E-Jurnal

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF ALQUR'AN DAN HADIST

A. Latar Belakang

Hakikat perkawinan merupakan penyatuan dua lawan jenis anak adam laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan ritual agama yang menghalalkan hubungan biologis diantara keduanya serta menyatukan antara kedua keluarga suku dan Negara. Atas dasar komitmen antara laki-laki dan perempuan yang bersumber dari cinta Ilahi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hukum asal dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dengan adanya akad perkawinan pergaulan antara laki-laki dengan perempuan menjadi mubah.

Pada dasarnya perkawinan merupakan suatu ikatan lahir dan batin yang suci. Hal itu dapat dilihat dari prosesi perkawinan yang begitu sacral. Adapun tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh ketentraman, kecintaan dan kasih sayang, sehingga dapat tercipta keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu perkawinan mempunyai nilai-nilai ibadah kepada Allah SWT dan juga mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum ayat 21 :

Artinya :

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepada-Nya diantarmu rasa kasih dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”

Ayat di atas menjelaskan bahwa perkawinan merupakan suatu ikatan yang suci dan perjanjian yang sangat kuat. Oleh karena itu Islam menetapkan syarat dan rukun nikah dengan ketentuan bahwa akad nikah dilangsungkan sekali dan untuk selamanya. Langgengnya perkawinan merupakan tujuan yang sangat diinginkan Islam. Namun pada kenyataannya, membangun mahligai rumah tangga tak semudah yang dibayangkan. Begitu banyak rintangan dan cobaan yang menerpa kehidupan rumah tangga sepasang suami istri yang silih berganti berdatangan, Sehingga kebahagiaan dalam rumah tangga sulit dicapai oleh pasangan suami istri.

Dalam beragam masalah dan cobaan yang menerpa rumah tangga pasangan suami istri tersebut, kerap sekali pasangan suami istri memilih jalan perceraian dengan dalih hal tersebut jalan terbaik dalam menyelesaikan masalah mereka. Dinamika permasalahan rumah tangga saat ini semakin beragam. Hakikat kesucian pernikahan saat ini sudah mulai terkikis. Pergeseran cara pandang dalam menghadapi permasalahan rumah tangga dewasa ini, banyak faktor yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Faktor-faktor yang dihadapi tersebut berbeda-beda, seperti faktor ekonomi keluarga, latar belakang pendidikan, faktor biologis, dan lain sebagainya.

Hukum tentang perceraian dalam Islam disebutkan dalam beberapa surah Al-Qur’an. Secara kronologis, aturan hukum perceraian diatur dalam surah Al-Baqarah. Aturan perceraian dalam surah al Baqarah disebutkan dalam sebelas ayat, yaitu ayat ke 226 – 227 dan surat at Talaq, khusunya pada ayat 1, 2, 4, 6, dan 7. Semua aturan di dalam ayat ayat tersebut merupakan lex specialis dari ketentuan dalam surah al Baqarah.

Tulisan ini secara spesifik membahas tentang pernikahan dalam perspektif QS. Ar-Ruum : 21 dan QS. Al-Baqarah ayat 226 – 227. Uraiannya menggunakan studi kepustakaan (library research) dengan menitik beratkan pada beberapa literature kitab tafsir, sebagai data primer tanpa mengenyampingkan data lain yang masih dianggap relevan. Selain itu, mengingat tulisan ini murni studi pustaka, maka semua sumber datanya adalah dokumentasi dengan pendekatan analisis isi (content analysis) yakni menganalisa suatu problema dengan konklusi yang replikatif dan benar dari data atas dasar konteksnya.

B.Pembahasan

Ayat Al – Quran : Ar Ruum: 21

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Rum: 21).

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri.” Yaitu, Dia menciptakan untuk kalian wanita-wanita yang akan menjadi istri kalian dari jenis kalian sendiri. Ada yang mengatakan, maksudnya adalah Hawa, karena Allah SWT menciptakannya dari tulang rusuk Adam, “supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,” merasa condong dan merasa senang kepada para istri, sebagaimana Alla SWT berfirmasn “Dia-lah yang menciptakanmu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya,” (QS. Al-A’raaf: 189). Yaitu, Hawa yang diciptakan Allah dari tulang rusuk bagian kiri Adam seandainya Allah SWT menjadikan seluruh anak Adam laki-laki dan menjadikan wanita dari jenis yang lainnya, seperti dari bangsa jin atau jenis hewan, niscaya perasaan kasih sayang diantara mereka dan diantara berbagai pasangan tidak akan tercapai, bahkan akan terjadi suatu ketidaksenangan seandainya pasangan-pasangan itu berbeda jenis. Kemudian, diantara Rahmat-Nya kepada manusia adalah menjadikan perasaan cinta dan kasih sayang diantara mereka. Yaitu kasih sayang karena ikatan pernikahan, dengan pernikahan itu, sebagian kalian mengasihi sebagian yang lain, padahal sebelumnya diantara kalian tidak saling mengenal, apalagi saling menyayangi.

Di mana seorang laki-laki mengikat seorang wanita adakalanya dikarenakan rasa cinta atau rasa kasih sayang dengan lahirnya seorang anak, saling membutuhkan nafkah dan kasih sayang diantara keduanya. Mujihad berkata, “mawaddah artinya jima’ dan Rahmah artinya anak.” Ada yang mengatakan, Mawaddah artinya cinta seorang laki-laki terhadap istrinya dan rahmah artinya rasa kasih sayangnya kepada istrinya.

Akhir dari ayat 21 surat Ar-rum mengingatkan kepada manusia agar kembali memikirkan kejadian Allah menciptakan menusia secara berpasang-pasangan. Jika yang terjadi manusia dapat dengan sesuka hati bermain dengan lawan jenis tanpa memehuni aturan yang telah disyariatkan maka niscaya tidaklah seperti sekarang ini kehidupan di dunia. Tidak ada budaya, dan tidak ada cemburu.

Di dalam tafsir jalalain, (dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri jenis kalian sendiri), Siti Hawa tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam, sedangkan manusia yang lainnya tercipta dari mani laki-laki dan perempuan. (supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya) supaya kalian merasa betah dengannya. (dan dijadikan-Nya diantara kamu sekalian) semuanya, (rasa kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu). (benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir) yakni yang memikirkan tentang ciptaan Allah.

Ayat ini mengamanatkan kepada seluruh umat manusia khususnya umat islam, bahwa diciptakannya seorang istri bagi suami adalah agar suami bisa hidup tentram bersama dalam membina keluarga. Dan ketentraman seorang suami dalam membina keluarga bersama istri dapat tercapai apabila diantara keduanya terdapat kerjasama. Dan dari kedua penafsiran di atas dapat disimpulan bahwa, kedua penafsir memiliki pendapat yang sama mengenai pernikahan dalam surat Ar-Rum ayat 21.

Tafsir Surat Ar Rum Ayat 21 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu KatsirTafsir Fi Zhilalil QuranTafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar bisa terhimpun banyak faedah yang kaya khazanah tetapi tetap ringkas. Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya, kemudian tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.

a. Jodoh adalah tanda kekuasaan Allah

Poin pertama dari Surat Ar Rum ayat 21 ini, jodoh adalah tanda kekuasaaan Allah.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,

Menurut Ibnu katsir, aayaatihi pada ayat ini adalah tanda-tanda yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya yang Mahasempurna. Min anfusikum artinya dari sesama manusia. Laki-laki mendapatkan istri perempuan dari kalangan manusia, bukan jin atau makhluk lain.

b. Sakinah Mawaddah Wa rahmah

Poin kedua dari Surat Ar Rum ayat 21 ini, pernikahan tersebut menghadirkan sakinah mawaddah wa rahmah.

لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.

Pernikahan akan mendatangkan sakinah. Sebelum menikah, sering kali seseorang memikirkan siapa yang akan menjadi pasangannya. Ia juga harus berjuang melawan syahwat dalam kesendirian. Setelah menikah, ia mendapatkan ketenangan karena telah jelas siapa yang menjadi pendamping hidupnya. Suami istri juga bisa saling berbagi dan mencurahkan hati. Bahkan ketika suami menghadapi masalah di luar rumah atau tempat kerjanya, pulang ke rumah dan bertemu istri mendatangkan ketenangan dan ketenteraman. Inilah sakinah.

Mawaddah adalah cinta karena faktor fisik. Ada unsur kecantikan atau ketampanan, meskipun itu semua relatif. Dengan mawaddah, tersalurkan hasrat dan kebutuhan biologis. Mawaddah adalah cinta yang nuansanya romantis.

Rahmah adalah cinta bukan karena faktor fisik. Kasih sayang karena faktor keimanan, karakter, dan akhlak. Jika umumnya mawaddah dominan pada pasangan muda, rahmah-lah yang membuat cinta bertahan hingga usia tua. Meskipun tidur saling memunggungi, meskipun tak bisa bermesraan lagi, rahmah membuat cinta mengabadi.

“Tetapi karena hidup berkeluarga itu bukan semata mawaddatan, bertambah mereka tua, bertambahlah kasih mesra kedua pihaknya bertambah dalam. Itulah dia rahmatan, yang kita artikan kasih sayang,” tulis Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. “Kasih sayang lebih mendalam dari cinta. Bertambah mereka tua bangka, bertambah mendalam rahmatan kedua belah pihak.”

Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menyebutkan, mawaddah (مودة) artinya adalah mahabbah, yakni cinta. Sedangkan rahmah (رحمة) artinya adalah kasih sayang atau welas asih.

Tiga hal inilah –sakinah mawaddah wa rahmah- yang menjadi tujuan pernikahan menurut ayat ini. Dengan ketiganya, pernikahan menjadi berkah dan langgeng untuk mencapai tujuan yang lebih besar lagi; melahirkan generasi berikutnya serta memperbaiki masyarakat dan negara.

. Orang-orang Yang Berpikir

Poin ketiga dari Surat Ar Rum ayat 21 ini adalah siapa yang bisa merasakan tanda-tanda kekuasaan Allah.

إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Ya, mereka adalah orang-orang yang berpikir. Buya Hamka mengajak berpikir, bagaimana jika tidak ada pernikahan. Manusia bebas berhubungan dengan siapa pun yang mereka temui. Tidak ada aturan, tidak jelas garis keturunan, tidak ada kehormatan dan kemuliaan, rusaklah dunia.

Orang-orang yang berpikir, merekalah yang akan sampai pada kesimpulan bahwa di balik jodoh dan pernikahan ada tanda kekuasaan dan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2.      Kandungan Surat Ar Rum Ayat 21

Berikut ini adalah isi kandungan Surat Ar Rum Ayat 21:

  • Islam mensyariatkan pernikahan.
  • Di antara tanda kekuasaan Allah adalah menjadikan laki-laki berpasangan (menikah) dengan wanita dari jenisnya sendiri, yaitu sama-sama manusia, bukan makhluk lain.
  • Di antara tujuan pernikahan adalah terbentuknya keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
  • Sakinah adalah ketenangan dan ketenteraman, mawaddah adalah cinta karena faktor fisik, sedangkan rahmah adalah kasih sayang bukan karena faktor fisik.
  • Tanda kekuasaan Allah ini hanya dapat diketahui dan dirasakan oleh orang-orang yang berpikir.

B.2. Surat Al-Baqarah: 226-227

Hidup berumah tangga tidak selamanya akan berjalan mulus, terkadang ada masalah-masalah yang timbul yang menyebabkan kebencian seorang suami kepada istrinya atau sebaliknya, sehingga memunculkan perkataan yang tidak seharusnya, mengata-ngatai, bersumpah yang bukan-bukan dan diantaranya bersumpah untuk tidak menggauli pasangannya. Bagaimanakah Islam mengatur dalam masalah yang satu ini, Allah Ta’ala berfirman :

لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَآئِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِنْ فَآءُو فَإِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمُُ {226} وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلاَقَ فَإِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ {227}

“Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ istrinya, diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 226-227).

   Tafsir QS. Al-Baqarah: 226-227

a. Tafsir Ayat 226

Ini termasuk sumpah khusus terhadap istri tentang suatu perkara yang khusus yaitu sumpahnya seorang suami untuk meninggalkan jima’ dengan istrinya secara mutlak maupun terbatas dengan masa kurang dari empat bulan atau lebih. Barangsiapa yang mengila’ istrinya khususnya di bawah empat bulan maka hal ini adalah seperti sumpah-sumpah lainnya apabila dia melanggar, maka dia wajib membayar kafarat, dan bila ia mempertahankan sumpahnya, maka tidak ada apa-apa, istrinya tidaklah berhak apa-apa atasnya, karena ia menjadikan hal itu sebagai haknya selama empat bulan. Apabila untuk selamanya atau suatu masa yang melebihi empat bulan, dijadikan untuknya empat bulan lamanya dari sejak sumpahnya, apabila istrinya meminta hal itu karena merupakan haknya.

Apabila telah genap masa sumpahnya, maka diperintahkan untuk kembali yaitu berjima’, dan bila ia berjima’ dengan istrinya, maka tidak ada hukuman atasnya kecuali membayar kafarat sumpahnya, dan bila ia tidak mau berjima’, ia harus dipaksa untuk mentalak istrinya. Bila ia tidak mau juga mentalak, maka hakim terpaksa menjatuhkan talak untuknya. Akan tetapi kembali dan ruju’ kepada istrinya lagi adalah lebih disukai oleh Allah Ta’ala. Karena itu Allah berfirman, { فَإِنْ فَآءُ و } “Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya)”, artinya, mereka kembali dari apa yang mereka sumpahkan untuk meninggalkannya yaitu berjima’, { فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ } “maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun” mengampuni mereka dari apa yang terjadi di antara mereka karena sumpah itu, sumpah yang disebabkan oleh kembalinya mereka, { رَّحِيمٌ } “Lagi Maha Penyayang”, di mana Allah menjadikan (untuk menggugurkan) sumpah-sumpah kalian kafaratnya dan dendanya dan ia tidak menjadikannya harus dilakukan oleh mereka yang tidak dapat dirubah-rubah. Dan Dia Maha Penyayang terhadap mereka yang kembali kepada istri-istri mereka, mengasihi, dan menyayangi istri-istri mereka.

Tafsir Ayat : 227

{ وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلاَقَ } “Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) talak”, artinya, mereka tidak mau kembali (dan melakukan jima’) yang merupakan tanda kebencian mereka terhadap istri-istri mereka dan ketidak sukaan terhadap mereka. Ini tidaklah terjadi kecuali karena ketetapan hati yang kuat untuk talak. Apabila ini terjadi, maka ini adalah hak yang wajib dilaksanakan secara langsung dan bila tidak, hakimlah yang memaksanya untuk melakukan talak atau melakukannya untuknya.

{ فَإِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ } “Maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Ayat ini merupakan ancaman dan peringatan bagi orang yang bersumpah dengan sumpah seperti ini dan ia bermaksud itu menyusahkan dan memberatkan dengan sumpahnya.

Ayat ini dapat dijadikan dalil bahwa ila’ itu khusus untuk istri berdasarkan firmanNya “istrinya”, dan juga bahwa berjima’ itu wajib pada setiap empat bulan sekali, karena setelah empat bulan itu ia harus dipaksa baik untuk berjima’ atau melakukan talak, dan hal ini tidaklah seperti itu kecuali karena ia meninggalkan suatu yang wajib.

2.      Kandungan Surat Al-Baqarah: 226-227

  1. Penetapan hukum ‘Ilaa’, karena Allah Ta’ala menentukan waktunya yaitu 4 bulan. ‘Ilaa’ adalah seseorang bersumpah untuk tidak menggauli (menjima’i) istrinya.
  2. ’Ilaa’ hukumnya adalah diperbolehkan yaitu dengan tujuan memberikan pelajaran kepada seorang istri, akan tetapi waktunya tidak boleh sampai 4 bulan, dan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah melakukan ‘ilaa’ pada sebagian istri-istri beliau selama satu bulan yang tujuannya adalah memberikan pelajaran kepada mereka. Sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim).
  3. ‘Ilaa’ tidak sah kepada selain istrinya, kalaupun ia bersumpah untuk tidak menggauli hamba sahaya (perempuan) yang dimilikinya maka hal itu tidak terkena hukum ‘ilaa’. Atau bersumpah untuk tidak menggauli seorang wanita kemudian ia menikahi wanita tersebut maka ia tidak terkena hukum ‘ilaa’ tersebut, akan tetapi apabila ia berhubungan badan dengannya maka wajib atasnya membayar kaffarah sumpah.
  4. Merupakan karunia dan rahmat Allah yang sangat besar terhadap hamba-hambaNya dengan diperhatikannya hak-hak seorang istri, dan merupakan kemaslahatan bagi seorang suami sehingga ia tidak melupakan hak-hak istri yang merupakan kewajibannya sehingga ia menjadi seorang yang berbuat dzalim.
  5. Seorang yang melakukan ‘ilaa’, ditunggu apabila telah melebihi 4 bulan maka di berikan dua pilihan; kembali menggaulinya atau menceraikannya.
  6. Thalaq (jatuhnya perceraian) tidak terjadi dengan hanya genapnya masa ‘ilaa’. Dan jika telah diberi pilihan kembali atau cerai lalu ia menolak untuk kembali dan menolak untuk menceraikannya maka apakah di paksa untuk memilih salah satunya? Jawabannya: benar, ia dipaksa untuk memilih salah satunya jika ada permintaan dari istri yang di ‘ilaa’nya tersebut, jika ia tetap menolaknya maka hakimlah yang akan menceraikannya atau menfasakhkan nikahnya (memutuskan tali pernikahannya).
  7. Dalam ayat diatas terdapat isyarat bahwa kembali menggauli istrinya adalah lebih Allah sukai dari pada ia menceraikannya.
  8. Penjelasan adanya penetapan 4 nama bagi Allah Ta’ala, yaitu Al-Ghafur (Maha pengampun), Ar-Rahim (Maha Penyayang), Als-Sami’ (Maha Mendengar), dan Al-‘Alim (Maha Mengetahui) dan apa-apa yang terkandung dalam nama-nama tersebut berupa sifat dan hukum-hukum
  9. Berdasarkan hasil penulisan makalah maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

    1. Tafsir Surat Ar Rum Ayat 21 ini diambil dari Tafsir Ibnu KatsirTafsir Fi Zhilalil QuranTafsir Al Azhar danTafsir Al Munir, terbagi menjadi 3 konsep pembahasan: 1. Jodoh adalah tanda kekuasaan Allah; Menurut Ibnu katsir, aayaatihi pada ayat ini adalah tanda-tanda yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya yang Mahasempurna. Min anfusikum artinya dari sesame manusia. Laki-laki mendapatkan istri perempuan dari kalangan manusia, bukan jin atau makhul lain. 2. Sakinah Mawaddah Wa Rahmah; Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menyebutkan, mawaddah (مودة) artinya adalah mahabbah, yakni cinta. Sedangkan rahmah (رحمة) artinya adalah kasih sayang atau welas asih. 3. Orang-orang yang berpikir; Ya, mereka adalah orang-orang yang berpikir. Buya Hamka mengajak berpikir, bagaimana jika tidak ada pernikahan. Manusia bebas berhubungan dengan siapa pun yang mereka temui. Tidak ada aturan, tidak jelas garis keturunan, tidak ada kehormatan dan kemuliaan, rusaklah dunia. Dengan kata lain Surat Ar Rum Ayat 21 ini secara tersirat ditujukan bagi orang-orang yang berpikir akan kekuasaan dan kebesaran Allah yang telah mengatur kehidupan manusia secara berpasangan (laki-laki dan perempuan) untuk melangsungkan pernikahan dengan tujuan membentuk ikatan suci sehingga dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
    2. Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 226, menjelaskan termasuk sumpah khusus terhadap istri tentang suatu perkara yang khusus yaitu sumpahnya seorang suami untuk meninggalkan jima’ dengan istrinya secara mutlak maupun terbatas dengan masa kurang dari empat bulan atau lebih. Tafsir Ayat 227, Ayat ini dapat dijadikan dalil bahwa ila’ itu khusus untuk istri berdasarkan firmanNya “istrinya”, dan juga bahwa berjima’ itu wajib pada setiap empat bulan sekali, karena setelah empat bulan itu ia harus dipaksa baik untuk berjima’ atau melakukan talak, dan hal ini tidaklah seperti itu kecuali karena ia meninggalkan suatu yang wajib.